“Jurnalis Harus Bisa Membongkar Kebohongan Publik”: Pesan Wartawan Senior saat Seminar Nasional

Program studi Komunikasi dan Penyiaran Islam mengadakan seminar nasional dengan tema Jurnalisme Dulu, Kini dan Nanti. Tema ini dipilih karena mengingat kegiatan jurnalisme terutama pemberitaan juga merupakan bagian dari konsentrasi lain, seperti pembuatan press release dalam Public Relations dan peliputan kasus atau peristiwa dalam Broadcasting.

Pada sesi pembukaan, Ketua Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam – KPI, Maryatin menyampaikan seminar nasional ini merupakan ajang belajar para mahasiswa untuk mempersiapkan diri menghadapai dunia kerja nantinya. Dukungan sepenuhnya juga disampaikan oleh wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan, Rovi’in, M.Ag. Terlaksananya kegiatan ini menjadikan apresiasi yang memberikan inspirasi bersama dimana kegiatan ini merupakan prodi pertama yang kegiatan secara luring dan daring, ujarnya.

Kegiatan yang dimoderatori oleh alumni KPI, Titis Anis Fauziyah, S.Sos yang juga seorang wartawan Radar Semarang memberikan semangat kepada para mahasiswa untuk makin optimis mengahadapi dunia kerja secara nyata (red. offline), mengingat mereka hampir 2 tahun menjalankan sistem daring.

Drs. H. Agus Fathuddin Yusuf, M.A selaku pemateri dan wartawan senior Suara Merdeka menjelaskan dunia jurnalistik yang berlaku adagium “the bad news is the good news”. Dengan demikian, salah satu tugas jurnalis (santri dengan sifat kenabian) adalah membongkar kebohongan publik dalam rangka memenuhi tuntutan ethis profesinya sebagai alat kontrol sosial yang siap pada semua platform media modern, imbuhnya.

Hal yang serupa juga dikuatkan pemateri lain, Eva Risti Winata, S.Sos selaku penyiar Radio Dais yang mengajarkan para mahasiswa untuk bisa memprediksi masa depan yaitu dengan cara menciptakannya. Tentunya, tuntutan utama calon ahli komunikasi adalah menjadi good public speaker dengan empat trik yang dikuasai (teknik vokal, intonasi, body language dan penampilan menarik), jelasnya.