Sumpah Pemuda: Memupuk dan Mengkomunikasikan Nilai Kebangsaan

Oleh : Dr. Mukti Ali, M.Hum

Kenapa -Nation State- Negara Bangsa Indonesia

Pagi-pagi sekali kita bangun dari tempat tidur, dalam suasana yang cerah. Matahari terlihat yakin menampakkan diri untuk menyinarkan cahayanya pada alam yang telah membiarkan kita hidup di dalamnya yaitu Negara dan bangsa –nation state- Indonesia, Negara dan bangsa yang kaya akan sumber-sumber alam, negara dan bangsa yang memiliki kekayaan budaya, Negara dan bangsa yang memiliki karakter lemah-lembut, negara dan bangsa yang menjunjung nilai-nilai ketimuran yang sarat dengan nilai-nilai keagamaan.

Akan tetapi jika saja kita mau berfikir dan mau sedikit menengok ke belakang secara historis. Perjuangan atau usaha untuk terbentuknya -tatanan sosial- Negara dan bangsa Indonesia, seperti yang terjadi pada hari ini, bukan tanpa perjuangan keras, bukan tanpa pengorbanan baik secara material maupun mental, bahkan perjuangan atau pengorbanan ini ditempuh dalam konteks yang lebih. Bagi kita sebagai generasi muda, jikalau dituntut seperti para pendahulu kita berjuang untuk membentuk sebuah Negara atau bangsa, mungkin kita sendiri akan menyangsikan kesiapan dan kemampuan kita.

Sekarang, paling tidak kita dapat urun rembuk untuk terus membangun dan terus menjaga apa-apa yang diwariskan oleh para pendahulu dan pejuang yang berusaha mengusir kolonialism, imperialism, atau penjajah. Bagi kita, minimalnya dengan mempelajari, mencermati, memaknai, mendiskusikan, dan mengkritisi ‘nation-state’ atau negara bangsa. Kenapa negara dan bangsa Indonesia? apakah kita bangga menjadi bangsa Indonesia? siapakah yang ada di Negara dan bangsa Indonesia? dan banyak hal yang bisa didiskusi.

Dalam wacana ilmu politik mutakhir, pengertian ‘negara bangsa’ lebih bersifat imajinatif (Benedict Anderson, 1999). Pada praktiknya makna ‘bangsa’ sangat luas dan kadang bersifat imajiner. Kesamaan bangsa kadang bisa berarti kesamaan ras, budaya, bahasa, sejarah, dan sebagainya.

Sebagai contoh; Penduduk pesisir timur Sumatera (yang berbangsa Indonesia) sebenarnya bukan hanya dekat secara fisik dengan penduduk di Semenanjung Malaysia sebelah barat (yang berbangsa Malaysia), yang hanya dipisahkan oleh Selat Malaka. Mereka pun satu suku, sehingga mereka bisa saling memahami ucapan dan adat masing-masing. Tetapi, mereka mengimajinasi sebagai bangsa yang berbeda, dan saling menganggap sebagai bangsa asing. Sebaliknya penduduk Sumatera, yang sama sekali tidak memiliki kesamaan bahasa ibu dan kesukuan dengan orang Ambon, ternyata telah mengimajinasi sebagai satu bangsa dengan orang Ambon. Di sinilah letak absurdnya nasionalisme, yang samabisa menjadi bangsa yang berbeda, sementara yang tidak sama bisa menjadi satu bangsa.

Nation state mengharuskan individu-individu didalamnya memiliki dan menumbuhkan idiologi nasionalisme. Diamond & Plattner (1998) menyatakan sebagai berikut; Nasionalisme lebih mengistimewakan hak kolektif yang didasarkan pada ras, kebudayaan, atau identitas bersama lainnya, nasionalisme juga sangat mengutamakan sesuatu yang tidak bergantung pada pilihan pribadi. Tumbuhnya paham nasionalisme di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari situasi sosial politik pertama pada masa Indonesia masih dijajah oleh negara kolonial. Pada masa itu semangat menentang kolonialisme Belanda mulai bermunculan dikalangan suku atau pribumi. Sehingga cita-cita bersama untuk merebut kemerdekaan menjadi semangat membara dikalangan tokoh-tokoh pergerakan nasional. Untuk itu para tokoh pergerakan nasional mulai menerapkan ideologi nasionalisme yang sesuai dengan kondisi masyarakat di Indonesia. Demi terwujudnya semboyan bangsa Indonesia yaitu NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia).

Senada dengan Taniredja dkk (2011:74) dalam mendefinisikan nasionalisme atau kebangsaan adalah paham yang meletakkan kesetiaan tertinggi individu yang harus diberikan kepada negara dan bangsanya, dengan maksud bahwa individu sebagai warga negara memiliki suatu sikap atau perbuatan untuk mencurahkan segala tenaga dan pikirannya demi kemajuan, kehormatan dan tegaknya kedaulatan negara dan bangsa.

Dari pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa nasionalisme atau paham kebangsaan adalah cara yang tepat digunakan untuk menyatukan beberapa perbedaan, karena nasionalisme lebih mengutamakan kepentingan umum dari pada kepentingan individu. Jika nasionalisme dapat tertanam pada setiap individu warga Indonesia.

Apa Plus Minus –Nation State- Negara Bangsa

Ancaman terbesar dari nation state yaitu bentuk  diskriminasi, terbentuknya kelompok-kelompok baru yang berbasis etnisitas, agama, bahasa. Nilai- nilai lokal tidak bisa untuk dihapuskan, sebab kesetiaan-kesetian yang awal yang dibawa sejak manusia lahir jauh ada sebelum negara bangsa ada, tapi bagaimana kemudian nilai-nilai lokal, etnisitas, adat istiadat, agama, primordialisme, bahasa diperkuat menjadi identitas nasional, ini memang tidak mudah butuh waktu, kesabaran. Loyalitas kesetiaan nasional pada negara bangsa sangat penting.

Guna menumbuhkan rasa kebangsaan dan ke-warga-negaraan atau nasionalisme di Indonesia diawali dengan pembentukan identitas nasional yaitu dengan adanya penggunaan istilah “Indonesia” yang selanjutnya istilah Indonesia dipandang sebagai identitas nasional, lambang perjuangan bangsa Indonesia dalam menentang penjajahan. Indonesia adalah kata yang mampu mempersatukan bangsa dalam melakukan perjuangan dan pergerakan melawan penjajahan, sehingga segala bentuk perjuangan dilakukan demi kepentingan bangsa Indonesia bukan atas nama daerah lagi. Istilah Indonesia mulai digunakan sejak:

  1. R. Logan menggunakan istilah Indonesia untuk menyebut penduduk dan kepulauan nusantara dalam tulisannya pada tahun 1850.
  2. Earl G. Windsor dalam tulisannya di media milik J.R. Logan tahun 1850 menyebut penduduk nusantara dengan Indonesia.
  3. Serta tokoh-tokoh yang mempopulerkan istilah Indonesia di dunia internasional.
  4. Istilah Indonesia dijadikan pula nama organisasi mahasiswa di negara Belanda yang awalnya bernama Indische Vereninging menjadi Perhimpunan Indonesia.
  5. Nama majalah Hindia Putra menjadi Indonesia Merdeka
  6. Istilah Indonesia semakin populer sejak Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Melalui Sumpah Pemuda kata Indonesia dijadikan sebagai identitas kebangsaan yang diakui oleh setiap suku bangsa, organisasi-organisasi pergerakan yang ada di Indonesia maupun yang di luar wilayah Indonesia.
  7. Kata Indonesia dikukuhkan kembali dalam Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945.

Dengan latar itulah ‘Indonesia’ menjadi factor pemersatu dari berbagai ras, suku, daerah, bahasa daerah, dan agama yang ada di nusantara. Integrasi bangsa Indonesia masih terus diuji dan dicoba dengan berbagai bentuk, terlebih pada era sekarang, yaitu era globalisasi, sehingga mengharuskan bangsa Indonesia lebih memperkuat nilai-nilai integrasi.

Secara konstitusional negara Indonesia dibangun untuk mewujudkan dan mengembangkan bangsa yang religius, humanis, bersatu dalam kebhinekaan, demokratis dan berkeadilan sosial, belum dapat sepenuhnya tercapai. Konsekuensinya adalah keharusan melanjutkan proses membentuk kehidupan sosial budaya yang maju dan kreatif, memiliki sikap toleransi akan masyarakat yang pluralis, juga tatanan sosial politik yang demokratis dan struktur sosial ekonomi masyarakat yang adil serta bersifat kerakyatan. Dengan demikian dapat dilihat bahwa semboyan satu bangsa, satu tanah air dan satu bahasa juga ‘Bhinneka Tunggal Ika’ masih jauh dari kenyataan sejarah. Semboyan tersebut masih merupakan mitos yang perlu didekatkan dengan realitas sejarah. Bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang kokoh, beranekaragam budaya, etnik, suku, ras dan agama, yang kesemuanya itu akan menjadikan Indonesia menjadi sebuah bangsa yang mampu menerima segala kemajemukkan menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi negara, dan akhirnya ancaman perpecahan bangsa akan dapat dihindari.

 Bagaimana Memupuk Rasa –Nationalisme- Kebangsaan Pada Generasi

Realitas kehidupan hari ini adalah hilangnya boundaries antarbangsa dan antarnegara halaman tanpa pagar atau globalisasi dan perkembangan kehidupan yang secepat kilat berlari, maka masalah integrasi bangsa tengah menghadapi tantangan yang cukup berat sebab dinamika perkembangan lingkungan strategis telah membawa nuansa baru terhadap kadar interaksi, interelasi dan interdependensi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Faktor penyebabnya antara lain adalah bergesernya nilai nasionalisme yang semula lebih berorientasi kepada geo-politik bergeser menuju geo-ekonomi. Pergeseran nilai ini dari yang semula berorientasi kepada pentingnya kesatuan persatuan untuk membentuk masyarakat bangsa yang kuat, menjadi berorientasi kepada meningkatkan kesejahteraan dan keamanan demi kelangsungan hidupnya. Pada posisi ini, ikatan kepada kadar kesatuan persatuan bangsa, dapat dikalahkan oleh kepentingan yang lebih bersifat pribadi.

Paling tidak ada tiga cara yang dapat dilakukan untuk memperkuat rasa nasionalisme kebangsaan Indonesia sebagai upaya menghindari disintegrasi bangsa, sehingga sila Persatuan Indonesia dapat diwujudkan. Tiga cara tersebut, yakni melakukan sosialisasi nasionalisme Indonesia secara terus menerus. Kedua, meningkatkan pembangunan ekonomi. Ketiga, menghilangkan diskriminasi terhadap kelompok minoritas.

Sosialisasi nasionalisme Indonesia, merupakan proses penanaman nilai-nilai kebangsaan kepada seluruh warga negara, terutama bagi generasi muda. “Penanaman nilai-nilai dapat dilakukan dengan memberikan informasi mengenai perjuangan kemerdekaan, sejarah tokoh-tokoh nasional dan penghormatan terhadap simbol-simbol kebangsaan”. Sarana yang digunakan untuk sosialisasi tersebut, bisa melalui keluarga, sekolah, media massa, instansi pemerintah dan spanduk/poster. Kecuali itu, kegagalan pembangunan ekonomi merupakan sumber frustrasi sejumlah suku bangsa yang mendorong mereka keluar dari negara yang ada dan berupaya membentuk negara sendiri.

Dukungan menyukseskan pembangunan ekonomi dan kemampuan pemerintah untuk bekerja dengan baik sangat penting guna memperkuat rasa nasionalisme. Karena itu, sudah menjadi tugas bersama seluruh elemen bangsa bagi penguatan integrasi nasional dan pemerintah pada posisi sebagai ujung tombaknya.

 Apa yang harus diperbuat

Agar kita tidak lupa warna bendera sendiri, untuk tidak kebablasan melampaui budaya sendiri, kita harus memulai dan berikrar; ideologi national state sudah finis menjadi identitas integrasi kita sebagai orang Indonesia. akan tetapi kita juga memiliki identitas lokalitas kita yang sudah ada sebelum bangsa ini lahir, yaitu bahasa kesopanan, bahasa kedaerahan, atau budaya asli kita sebagai manusia nusantara.

 

Bacaan

Diamond, L & Plattner, M. F. 1998. Nasionalisme, Konflik Etnik dan Demokrasi. Bandung: Penerbit ITB

Madjid, N. 2004. Indonesia Kita. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Umum.

Taniredja, T. Dkk. 2011. Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi. Bandung: Penerbit Alfabeta Bandung.